Sabtu, 15 September 2012

Negeri Kita Di Tengah Tantangan Kekinian dan Masa Depan


LATAR BELAKANG: Negeri Kita Di Tengah Tantangan Kekinian dan Masa Depan

Bagaimana wajah negeri kita hari ini? Dalam sebuah tulisannya, seorang ulama kharismatis di negeri ini mengungkap kegalauannya tentang wajah negeri ini sekarang dan masa depan. Beliau mengutip Jared Diamond dalam bukunya 'Collapse' (2005); Thomas Lickona (Profesor Pendidikan Cortland University, AS); dan Louis Kraar yang memasukkan Indonesia dan beberapa negara lainnya sebagai negara yang berpotensi menuju 'negara gagal' (failed state). Alasannya, negeri ini telah mengalami 10 tanda kehancuran sebuah bangsa, diantaranya meningkatnya kekerasan di kalangan remaja, penggunaan bahasa dan kata-kata yang memburuk, pengaruh kesetiaan remaja yang kuat dalam tindak kekerasan, meningkatnya perilaku merusak diri seperti narkoba, alkohol dan sex bebas, serta makin kaburnya pedoman moral baik dan buruk. Indonesia mengalami krisis multidimensi dengan kerusakan bangsa dan negara yang menyeluruh sehingga dikhawatirkan akan menjadi 'bangsa terbelakang' dan 'halaman belakang' di kawasan Pacific Rims. Kegalauan yang sangat beralasan. Prestasi demi prestasi sejumlah yang telah diraih anak negeri pun dalam banyak kancah internasional seperti tak bisa menghapusnya. Prihatin.

Di tengah krisis multidimensi yang menggerus nadi kehidupan kita, sejumlah tuntutan masa depan, khususnya dalam menghadapi persaingan global membutuhkan perhatian ekstra untuk memenuhinya. Tuntutan yang terangkum sedemikian rupa dalam 10 tuntutan masa depan yang masih sangat relevan hingga kini seperti berikut (anonim, 1999) :
1. Speed and responsive (cepat dan responsif)
2. Creativity innovation (inovasi kreatif)
3. Focus on competition environment (fokus pada lingkungan yang kompetitif)
4. Leadership from everybody (kepemimpinan pada setiap level)
5. Control by vision and values (kendali pada visi dan nilai)
6. Information shared (andil informasi)
7. Proactive and entrepreneurial (proaktif dan berjiwa wirausaha)
8. Creating tomorrow's market (kreasi pasar masa depan)
9. Interdependence (kemitraan)
10. Environmental Concerns (peduli lingkungan)

Tuntutan-tuntutan ini meniscayakan kebutuhan seluruh stakeholder negeri ini akan efisiensi, produktivitas dan inovasi guna meningkatkan daya saing dalam dunia yang makin kompetitif di tengah situasi dan kondisi berlepas dari krisis multidimensi. 

Kita Perlu Kepemimpinan Transformasional
Tuntutan untuk keluar dari krisis multidimensi dan ditambah lagi dengan kesepuluh tuntutan itu mensyaratkan perlunya model kepemimpinan yang ideal dan para ahli manajemen kekinian menyimpulkannya sebagai model kepemimpinan transformasional. Model ini dinilai mampu untuk terus-menerus meningkatkan efisiensi, produktivitas dan inovasi guna meningkatkan daya saing dalam dunia yang makin kompetitif. Model kepemimpinan ini diunggulkan sejalan dengan hasil-hasil studi mengenai leadership skills yang berkembang sejak tahun 1900-an. Paling tidak terdapat lima model kepemimpinan yang telah dikembangkan dalam studi-studi tersebut sebagaimana yang dirangkum oleh Daryanto dan Daryanto (1999).
Pertama, Traits Model of Leadership (1900-1950-an) yang lebih banyak meneliti tentang watak
individu yang melekat pada diri para pemimpin, seperti kecerdasan, kejujuran, kematangan, ketegasan, status sosial dan lain-lainnya.
Kedua, Model of Situational Leadership (1970-an-1980-an) yang lebih fokus pada faktor situasi sebagai variabel penentu kemampuan kepemimpinan. Ketiga, Model of Effective Leaders (1960-an-1980-an). Model ini mendukung asumsi bahwa pemimpin yang efektif adalah pemimpin yang mampu menangani aspek organisasi dan manusianya sekaligus. Keempat, Contingency Model (1960- an–1980-an). Sekalipun dianggap lebih sempurna dibandingkan model-model sebelumnya dalam memahami aspek kepemimpinan dalam organisasi, namun belum dapat menghasilkan klarifikasi yang jelas tentang kombinasi yang paling efektif antara karakteristik pribadi, tingkah laku pemimpin dan variabel situasional.
Kelima, Model of Transformational Leadership (1970-an–1990-an). Sekalipun relatif baru dalam studi-studi kepemimpinan, model ini dinilai lebih mampu menangkap fenomena kepemimpinan dibanding model-model sebelumnya. Bahkan banyak peneliti dan praktisi manajemen sepakat bahwa model ini merupakan konsep kepemimpinan yang terbaik dalam menguraikan karakteristik pemimpin. Konsep ini pun dinilai telah mengintegrasikan dan sekaligus menyempurnakan ide-ide yang dikembangkan dalam model-model sebelumnya.

Para ahli, seperti Sarros dan Butchatsky (1996) misalnya, juga menyebut model kepemimpinan ini sebagai model kepemimpinan penerobos (breakthrough leadership). Disebut penerobos, karena pemimpin dengan tipe ini memiliki kemampuan untuk membawa perubahan-perubahan yang sangat besar terhadap individu-individu maupun organisasi dengan jalan memperbaiki kembali (reinvent) karakter diri individu-individu dalam organisasi ataupun perbaikan organisasi; memulai proses penciptaan inovasi; meninjau kembali struktur, proses dan nilai-nilai organisasi agar lebih baik dan lebih relevan, dengan cara-cara yang menarik dan menantang bagi semua pihak yang terlibat dan mencoba untuk merealisasikan tujuan-tujuan organisasi yang selama ini dianggap tidak mungkin dilaksanakan. Pemimpin mampu membawa perubahan yang mendasar
dan besar dalam kehidupan pengikut karena memiliki pemikiran 'metanoiac' (meta = perubahan, nous/noos = pikiran; Yunani).

Selain Sarros dan Butchatsky (1996), terdapat sejumlah ahli manajemen lainnya juga memberikan apresiasi yang sama terhadap model kepemimpinan transformasional atau 'metanoiac' ini. Tercatat seperti Hater dan Bass (1988), Yammarino dan Bass (1990), Tichy dan Devana (1990), Bass dan Avolio (1994) serta Bryman (1992). Dari pendapat ahli-ahli tersebut, utamanya dari Bass dan Avolio (1994) diketahui bahwa idealnya model kepemimpinan ini dikarenakan model ini memiliki empat dimensi kepemimpinan yang disebut sebagai 'the four I's' atau Empat I berikut.
1. Idealized Influence (pengaruh ideal). Pemimpin memiliki perilaku yang membuat para pengikutnya mengagumi, menghormati dan sekaligus mempercayainya.
2. Inspirational Motivation (motivasi inspirasi). Pemimpin mampu mengartikulasikan pengharapan yang jelas terhadap prestasi bawahan/pengikut, mendemonstrasikan komitmennya terhadap seluruh tujuan organisasi dan mampu menggugah spirit tim melalui penumbuhan entusiasme dan optimisme.
3. Intellectual Stimulation (stimulasi intelektual). Pemimpin mampu menumbuhkan ide-ide baru, memberikan solusi yang kreatif terhadap permasalahan-permasalahan yang dihadapi bawahan/pengikut, memberikan motivasi pada bawahan untuk mencari pendekatanpendekatan baru dalam melaksanakan tugas-tugas organisasi.
4. Individualized Consideration (konsiderasi individu). Pemimpin mau mendengarkan dengan penuh perhatian masukan-masukan bawahan/pengikut serta secara khusus mau memperhatikan kebutuhan bawahan/pengikut akan pengembangan karir.
 
Untuk dapat merengkuh empat dimensi kepemimpinan 'metanoiac', seseorang disyaratkan untuk memiliki sejumlah syarat penting berikut. Dari Kotter (1997) dan juga Covey (2000), setidaknya dapat disarikan tujuh syarat penting yang dimaksud : (1) Worldview, (2) Nilai-nilai Pribadi, (3) Motivasi, (4) Dimilikinya pengetahuan mengenai industri dan organisasi, (5) Dimilikinya relasi yang kuat dalam industri dan organisasi, (6) Dimilikinya kemampuan/keahlian kepemimpinan, seperti a to z bisnis, manajemen, keorganisasian, komunikasi, pengambilan keputusan, dan kemampuan penunjang lainnya, (7) Dimilikinya reputasi dan catatan rekor. Worldview atau paradigma adalah cara pandang seseorang dalam melihat (mempersepsi, mengerti, menafsirkan) dunia. Dalam bahasa yang lain dapat disebut juga sebagai mafahim 'ani al-insan, wa al-kaun, wa al-hayat atau cara pandang yang didasarkan pemahaman akan hakikat keberadaan manusia, alam semesta dan kehidupan. Cara pandang ini menentukan sikap atau perilaku dan perasaan. Ketika melihat dengan cara yang berbeda, maka akan berfikir dengan cara berbeda, merasa dengan cara yang berbe a dan berperilaku dengan cara yang berbeda pula. Cara kita melihat masalah berpusat pada prinsip, sesuatu yang sangat mendasar.

Sedemikian pentingnya sebuah worldview bagi kehidupan seseorang, menjadikannya sebagai syarat pertama yang akan mendasari syarat-syarat berikutnya. Worldview akan mempengaruhi kandungan dan arah nilai-nilai pribadi dan motivasi. Worldview juga akan mendasari bagaimana seseorang menyikapi keberadaan organisasi dan 'industri' yang dimasukinya, menuntunnya menjalin relasi di dalamnya. Worldview akan membangkitkan semangat dan energi yang luar biasa untuk belajar dan menguasai sejumlah keahlian yang dibutuhkan, seperti manajemen, keorganisasian, komunikasi, teknik pengambilan keputusan dan sejumlah keahlian penunjang lainnya. Terakhir, Worldview akan menuntun seseorang untuk selalu menjaga reputasi dan
catatan rekornya agar sesuai dengan prinsip yang diyakininya.

Atas itu semua, dapat disimpulkan bahwa kini kepemimpinan transformasional menjadi kebutuhan yang tidak terelakkan lagi bagi seluruh elemen stakholder negeri ini, tak terkecuali generasi mudanya.

Membaca situasi dan kondisi di atas, OSIS SMAIT Insantama memandang penting diselenggarakannya Latihan Kepemimpinan dan Manajemen Tingkat Akhir (LKMA) ke Malaysia. Kegiatan ini menguatkan dasar-dasar ilmu kepemimpinan transformasional yang telah diterima peserta pada jenjang pelatihan sebelumnya, yakni Latihan Dasar Kepemimpinan (LDK) 'Taklukkan Cianjur' pada semester 1, Latihan Kepemimpinan dan Manajemen Tingkat Menengah (LKMM) 'Problem Solving Masyarakat Desa' pada semester 3.

Lantas mengapa harus ke Malaysia? Malaysia dipilih karena negeri ini termasuk satu dari sedikit negara yang nyaris tidak terkena dampak krisis dunia. Malaysia juga mampu membalik keadaan dari negeri yang dulu banyak mengirim SDM-nya untuk belajar ke Indonesia, kini menjadi sebaliknya. Meski tentu Malaysia ada saja plus dan minusnya, namun dengan dua alasan ini, setidaknya kita dapat belajar banyak bagaimana pola kepemimpinan yang diterapkan di sana sehingga dapat menghasilkan SDM yang bisa bersaing di pentas dunia dan negeri yang cukup diperhitungkan tingkat kesejahteraannya. Maka, dengan tajuk 'Studi Komparasi Kepemimpinan dan Manajemen ke Malaysia', OSIS SMAIT Insantama dapat mempraktikkan ilmu
kepemimpinan transformasional yang telah didapatkannya selama ini serta menimba langsung ilmu kepemimpinan yang diterapkan di Malaysia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar